Adab dan Tata Cara Penyembelihan
Ada beberapa adab dan
tata cara yang harus diperhatikan setiap yang ingin berqurban dan menyembelih
hewan qurban supaya ibadah qurbannya sesuai dengan tuntunan Islam. Diantara
adab-adab dan tata cara tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama : Berniat qurban ketika membeli hewan ternak.
Ketika membeli hewan
hendaknya diniatkankan bahwa dia membelinya untuk berqurban. Hal itu karena
berqurban adalah bagian dari ibadah dan ibadah tidak sah kecuali dengan niat.
Kedua : Mengikat hewan
sebelum disembelih.
Sebagian ulama
menganjurkan agar hewan qurban diikat dulu di suatu tempat beberapa hari
sebelum disembelih, karena itu menunjukkan persiapan dan kesungguhan bahwa dia
benar-benar ingin menyembelih hewan qurban untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Hal ini termasuk dalam katagori
mengagungkan syiar Islam, sebagaimana firman Allah :
ذَلِكَ
وَمَنْ
يُعَظِّمْ
شَعَائِرَ
اللَّهِ
فَإِنَّهَا
مِنْ
تَقْوَى
الْقُلُوبِ
“ Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa
mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan
hati.” ( Qs. al-Hajj : 32 )
Ketiga : Menggiring hewan qurban ke
tempat penyembelihan dengan baik.
Disunnahkan sebelum
menyembelih untuk menggiring hewan qurban ke tempat penyembelihan dengan baik
dan pelan, dan tidak boleh dengan cara kasar dan menyakiti hewan.
فقد روى عبد الرزاق بسنده عن محمد بن سيرين قال رأى عمر بن الخطاب
– رضي الله عنه - رجلاً يسحب شاة برجلها ليذبحها فقال له : ويلك ! قدها إلى الموت قوداً جميلاً
“ Diriwayatkan oleh Abdurozaq dari Ibnu Sirin yang
berkata Umar radhiyallahu ‘anhu melihat seseorang menyeret kambing dengan menarik kakinya dengan
tujuan untuk disembelih, maka Umar berkata kepadanya : “ Celaka kamu,
giring hewan ini menuju kematian dengan cara yang baik. ( AR. Abdurozaq
di dalam al-Mushannaf 4/ 493, al-Baihaqi di dalam as-Sunan al-Kubra (9/281 ))
Kempat: Hendaknya menyembelih dengan
tangannya sendiri
Disunnahkan yang ingin berqurban
hendaknya menyembelihnya dengan tangannya sendiri jika dia mampu. Sebagaimana
di dalam hadist Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau berkata :
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua domba yang
berwarna putih yang ada hitamnya, dan bertanduk, beliau menyembelihnya dengan
tangannya, menyebut nama Allah dan bertakbir, dan meletakkan kakinya di atas
kening kambing. “ ( HR. al-Bukhari (5558) dan Muslim (1966 ))
Diriwayatkan juga dari hadits Jabir
bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih 63 unta dengan tangannya sendiri, kemudian sisanya
diserahkan kepada Ali bin Abu Thalib untuk disembelihnya.
Disebutkan oleh Imam al-Bukhari di
dalam Shahih-nya bahwa Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu memerintahkan anak-anak perempuannya untuk
menyembelih hewan qurban dengan tangan mereka sendiri. ( Ibnu Hajar di dalam
Fathu al-Bari( 12/114-115 ) mengatakan bahwa al-Hakim di dalam al- Mustadrak meriwayatkan
yang serupa dengan sanad yang bersambung )
Kelima : Jika dia tidak mampu
menyembelih sendiri, maka dianjurkan untuk datang ikut menyaksikan ritual
penyembelihan hewan qurban tersebut.
Ini berdasarkan hadist Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Fatimah :
قومي إلى أضحيتك فاشهديها فانه بأول قطرة من دمها يغفر لك ما سلف من ذنبك
“ Wahai Aisyah berdirilah dan saksikan hewan
qurbanmu, sesungguhnya dengan darah pertama yang jatuh dari hewan qurban tadi,
maka akan diampuni dosamu yang telah berlalu “ ( HR. al-Hakim di dalam al-Mustadrak ( 4/247 , no 7525 ), beliau berkata : hadist ini sanadnya shahih. Dan diriwayatkan
juga oleh Abi Hatim di dalam al-‘Ilal ( 2/38, no 1596 ), beliau berkata : saya mendengar bapak-ku mengatakan bahwa
hadist ini adalah hadits mungkar. ) Dan diriwayatkan oleh al-Haitsami di dalam
al-Majma’ ( 4/17 ), beliau berkata : “ Hadist ini diriwayatkan oleh al-Bazzar ( 1202 ), di dalamnya terdapat ‘Athiyah bin Qais banyak diperbincangkan dan sudah
ditsiqahkan. )
Sebagaimana dalam keterangan di atas
bahwa hadist ini diperselisihkan oleh ulama hadist tentang keshahihannya,
tetapi walaupun demikian, sebagian ulama menyebutkan hadist ini di dalam buku
mereka sebagai penguat tentang dianjurkannya orang yang berqurban untuk
menyaksikan qurbannya saat disembelih, diantaranya Ibnu Qudamah di dalam
al-Mughni ( 11/ 117 ), Syekh Sayid Sabiq di dalam Fiqh as- Sunnah ( 3/324), dan Syekh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam di dalam Taudhih
al-Ahkam min Bulughu al-Maram ( 4/ 367 ) .
Keenam : Dianjurkan ketika
menyembelih untuk menggunakan pisau tajam, karena itu bisa mempercepat kematian
hewan qurban.
Ini termasuk berbuat baik kepada
hewan qurban, sebagaimana di dalam hadist Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik dalam
segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan baik, jika kalian
menyembelih, sembelihlah dengan baik.
Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).
Ini dikuatkan dengan hadist Aisyah
radhiyallahu ‘anha bahwa :
أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ, يَطَأُ فِي سَوَادٍ, وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ, وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ لِيُضَحِّيَ بِهِ, فَقَالَ: اِشْحَذِي اَلْمُدْيَةَ , ثُمَّ أَخَذَهَا, فَأَضْجَعَهُ, ثُمَّ ذَبَحَهُ, وَقَالَ: بِسْمِ اَللَّهِ, اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ, وَمِنْ أُمّةِ مُحَمَّدٍ
" Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh dibawakan dua ekor
kambing kibas bertanduk yang ( berwarna putih ) tapi kaki, perut, dan sekitar
matanya berwarna hitam. Maka dibawakanlah hewan itu kepada beliau. Beliau
bersabda kepada Aisyah: "Wahai Aisyah, ambillah pisau, dan asahlah dengan
batu.". Setelah itu beliau mengambil pisau dan membaringkan kambing, dan
menyembelihnya seraya berdo’a: "Dengan nama Allah. Ya Allah, terimalah (qurban ini) dari Muhammad,
keluarganya, dan umatnya." ( HR.
Muslim ( 1967 ))
Ketujuh : Hendaknya tidak mengasah
pisau dihadapan hewan qurban, karena hal itu akan menyebabkan hewan tersebut
ketakutan dan stress sebelum disembelih, hal ini sesuai dengan hadist Abdullah
bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya beliau berkata :
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ
، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ
“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah
pisau, dan untuk tidak memperlihatkan pisau tersebut kepada hewan.” (HR. Ahmad ( 5830), Ibnu Majah (3172 ) .
Kedelapan : Hewan qurban yang hendak disembelih
hendaknya dihadapkan ke kiblat, yaitu tempat yang disembelih( lehernya).
Berkata Imam an-Nawawi di dalam al-Majmu’ ( 8/408 ) :
استقبال الذابح القبلة وتوجيه الذبيحة إليها وهذا مستحب في كل ذبيحة لكنه في الهدى والاضحية اشد استحبابا لان الاستقبال في العبادات مستحب وفي بعضها واجب وفي كيفية توجيهها ثلاثة أوجه حكاها الرافعي (أصحها) يوجه مذبحها إلى القبلة ولا يوجه وجهها ليمكنه هو ايضا الاستقبال
“ ( Disunnahkan ) orang yang menyembelih untuk menghadap qiblat,
dan hendaknya dia juga mengarahkan hewan qurban agar menghadap qiblat. Hal ini
disunnahkan untuk semua sembelihan, tetapi khusus untuk hewan hadyu dan qurban
lebih ditekankan lagi, karena menghadap qiblat dalam ibadah adalah dianjurkan,
bahkan sebagiannya diwajibkan. Adapun cara menghadapkan hewan qurban ke arah
qiblat ada tiga pendapat, yang paling benar adalah menghadapkan tempat
disembelihnya hewan tersebut (yaitu
lehernya ) ke arah kiblat dan tidak menghadapkan wajah hewan tersebut, supaya
penyembelihnya juga bisa menghadap kiblat. “
Sehingga posisi yang tepat yaitu
meletakkan kepala atau bagian atas hewan di arah Selatan dan bagian belakang
hewan di arah Utara, sedangkan kaki, perut, leher dan kepala menghadap ke arah
kiblat ( Barat Laut). Ini khusus untuk wilayah Indonesia dan sekitarnya.
Kesembilan : Membaringkan hewan di atas lambung sebelah
kiri.
Dianjurkan ketika menyembelih hewan
qurban untuk membaringkannya di atas lambung kiri hewan tersebut. Hal itu akan
memudahkan di dalam proses penyembelihan.
Berkata Syekh Zakariya al-Anshari di dalam Asna al-Mathalib fi Syarhi
Raudhi ath-Thalib ( 1/541 ) :
على جَنْبِهَا الْأَيْسَرِلِأَنَّهُ أَسْهَلُ على الذَّابِحِ في أَخْذِ السِّكِّينِ بِالْيَمِينِ وَإِمْسَاكِ رَأْسِهَا بِالْيَسَارِ
“ Hendaknya hewan qurban dibaringkan di atas
lambung kiri, karena hal itu lebih mudah bagi penyembelih untuk memegang pisau
dengan tangan kanan, dan memegang kepala
hewan dengan tangan kiri “
Kesepuluh : Sebagian ulama
menganjurkan agar membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan lebih leluasa
dan nyaman. Berkata Imam an-Nawawi di dalam Raudhatu ath-Thalibin ( 3/207 )
وتترك رجلها اليمنى وتشد قوائمها الثلاث
“ Hendaknya kaki kanannya dibiarkan, sedangkan tiga
kaki yang lainnya diikat ( dipegang ) “
Kesebelas : Menginjakkan kaki di
bagian samping hewan.
Dianjurkan untuk menginjakkan kaki di
bagian samping hewan, sebagaimana
disebutkan dalam hadist Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau berkata :
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua domba yang
berwarna putih yang ada hitamnya, dan bertanduk, beliau menyembelihnya dengan
tangannya, menyebut nama Allah dan bertakbir, dan meletakkan kakinya di bagian
samping kambing. “ ( HR. al-Bukhari (5558) dan Muslim (1966 ))
Keduabelas : Menyebut Nama Allah dan
Membaca Takbir
Menyebut nama Allah dengan
mengucapkan : “ Bismillah “ ketika menyembelih hukumnya wajib menurut mayoritas ulama. Ini berdasarkan
firman Allah :
وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..
“ Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang
tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang
semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121).
Ini dikuatkan dengan hadist
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau berkata :
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua domba yang
berwarna putih yang ada hitamnya, dan bertanduk, beliau menyembelihnya dengan
tangannya, menyebut nama Allah dan bertakbir, dan meletakkan kakinya di atas
leher kambing. “ ( HR. al-Bukhari (5558) dan Muslim (1966 ))
Ini dikuatkan juga dengan
hadist Aisyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum menyembelih hewan qurban beliau berdo’a :
بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“ Dengan nama Allah, Ya Allah terimalah qurban ini
dari Muhammad dan keluarga Muhammad, dan
dari umat Muhammad” ( HR. Muslim (1967))
Berkata Abdullah al-Bassam di dalam
Taudhih al-Ahkam ( 4/ 367 ) : “ Yang disyariatkan ketika menyembelih adalah mencukupkan membaca “ Bismillah“, karena menyebutkan sifat ar-Rahman ( Maha Pengasih dan
Penyayang ) tidak tepat untuk saat penyembelihan yang membutuhkan kekuatan dan
penumpahan darah. “
Dianjurkan untuk membaca takbir
(Allahu akbar) setelah membaca basmalah ini berdasarkan firman Allah :
كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah Kami menundukkannya (binatang qurban)
tersebut untuk kalian, agar kalian bertakbir ( mengagungkan nama Allah ) atas
hidayah yang diberikan kepada kalian,dan berikan kabar gembira kepada
orang-orang yang berbuat baik. “ ( Qs. al-Hajj : 37 )
Ini dikuatkan oleh hadist Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau berkata :
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua domba yang
berwarna putih yang ada hitamnya, dan bertanduk, beliau menyembelihnya dengan
tangannya, menyebut nama Allah dan bertakbir, dan meletakkan kakinya di atas
leher kambing. “ ( HR. al-Bukhari (5558) dan Muslim (1966 ))
Ketigabelas : Setelah itu dianjurkan juga untuk membaca : “ Allahumma hadza minka wa laka.” ( Ya Allah qurban ini Ini dari-Mu dan untuk-Mu), maksudnya :
bahwa hewan ini adalah rizqi yang Engkau berikan kepadaku, maka sekarang saya qurbankan
untuk mendekatkan diri kepada-Mu, ini saya lakukan hanya mencari ridha-Mu,
bukan karena riya’ dan pamer. Ini sesuai dengan hadist
Jabir bin Abdullah al-Anshari radhiyallahu ‘anhu :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَبَحَ يَوْمَ الْعِيدِ كَبْشَيْنِ ثُمَّ قَالَ حِينَ وَجَّهَهُمَا إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ
“ Bahwa Rasulullah
menyembelih dua domba pada hari ‘Ied Adha, kemudian berdoa setelah menghadapkannya
ke kiblat ( Saya hadapkan wajahku kepada
Yang Menciptakan langit-langit dan bumi secara lurus dan pasrah, dan saya bukan
termasuk orang-orang yang mensekutukan Allah. sesungguhnya shalatku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah. Dengan nama Allah, Allah Maha
Besar, Ya Allah ini dari-Mu dan untuk-Mu dari Muhammad dan umat-nya “ ( HR. Ahmad (15022) dan Ibnu Huzaimah (2899) Berkata Syekh Mushthofa al-A’dhami : sanadnya shahih )
Keempatbelas : Pada saat menyembelih
dianjurkan menyebut nama orang yang berqurban atau yang diwakilinya, seperti
perkataan : “ hadza min Muhammadin wa min Ali Muhammad ( Qurban ini dari Muhammad dan
keluarga Muhammad ).
Ini sesuai dengan hadist Aisyah radhiyallahu ‘anha yang
menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan kambing
untuk seluruh dirinya dan seluruh umatnya. Sebelum menyembelih beliau
berdo’a :
بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ »
“ Dengan nama Allah, Ya Allah terimalah qurban ini dari Muhammad dan keluarga
Muhammad, dan dari umat Muhammad” ( HR.
Muslim (1967))
Kelimabelas :
Dianjurkan untuk menyembelih dengan cepat dan kuat, agar hewan qurban segera
mati dan hal itu akan meringankan sakit hewan kurban.
Keenambelas : Ketika
menyembelih hendaknya dipastikan empat hal yang harus putus :
Pertama : al-Hulqum
(tenggorokan / leher bagian atas) adalah tempat saluran pernafasan.
Kedua : al-Mari’
(kerongkongan/leher bagian bawah ) adalah tempat lalu lintas makanan dan
minuman.
Ketiga dan Keempat :
al-wadjani (dua urat leher ) adalah dua urat tebal tempat mengalirnya darah,
terletak di leher mengiringi al-Hulqum dan al-Mari’.
Keempat urat ini disebut dengan
empat urat al-Audaj.
Para ulama sepakat jika empat urat dari binatang yang disembelih
tersebut sudah terputus, maka hukumnya halal dimakan. Tetapi mereka berbeda
pendapat jika salah satu dari empat urat tersebut tidak terputus. Adapun
rinciannya sebagai berikut :
Pendapat Pertama : mengatakan kalau salah satu dari empat urat
tersebut tidak putus, maka tidak sah
untuk dimakan. Ini adalah pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad dalam salah satu
riwayat dari keduanya .
Mereka berdalil dengan hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
bahwa beliau berkata :
نَهَى
رَسُولُ
اللَّهِ
-صلى
الله
عليه
وسلم-
عَنْ
شَرِيطَةِ
الشَّيْطَانِ،
وَهِىَ
الَّتِى
تُذْبَحُ
فَيُقْطَعُ
الْجِلْدُ
وَلاَ
تُفْرَى
الأَوْدَاجُ
ثُمَّ
تُتْرَكُ
حَتَّى
تَمُوتَ.
“ Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk memakan hasil
sayatan syetan, yaitu binatang yang disembelih dengan cara memotong kulit,
tetapi tidak memotong urat-urat di tenggorakan, kemudian dibiarkan sampai mati.
“ ( HR Abu Daud, Ibnu Hibban,
al-Baihaqi, al-Hakim, di dalam sanadnya ada Amru bin Abdullah bin al-Aswar
al-Yamani, berkata al-Mundziri : “ Para ulama banyak yang mempemasalahkannya.” Berkata Syuaib al-Arnauth : Isnadnya lemah. Imam
al-Hakim menshahihkan isnadnya dan disetujui oleh Imam adz-Dzahabi)
Syarithatu asy-Syaithan
adalah sayatan syetan. Maksudnya bahwa unta dan sejenisnya sering disayat di
tenggorakannya dengan pisau, sehingga meninggalkan bekas sedikit, sebagaimana
dalam sayatan bekam. Tetapi hal itu belum sampai memotong dua urat saluran
darah, bahkan tidak ada darah yang mengalir sama sekali.
Ini adalah kebiasaan
orang-orang jahiliyah pada zaman dahulu, mereka mengerjakan hal itu karena
mengikuti bisikan syetan, makanya perbuatan ini disebut dengan sayatan syetan,
karena berasal dari bisikan syetan.
Pendapat Kedua : mengatakan
cukup yang putus sebagian dari empat urat tersebut. Ini adalah pendapat
mayoritas ulama diantaranya Imam Abu Hanifah,
Imam asy-Syafi’I, Imam Malik dan Imam Ahmad dalam riwayat lain. Dalilnya sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ
“ Apa-apa ( dari sembelihan ) jika darahnya
mengalir dan disebut nama Allah, maka makanlah oleh kalian. “ ( HR Bukhari dan Muslim )
Ulama yang mengatakan cukup
putus sebagian dari empat urat di atas, berbeda pendapat juga diantara mereka
tentang mana dari urat – urat tersebut yang harus terputus dan mana yang boleh tidak
terputus ?
Imam Abu Hanifah
berpendapat bahwa yang harus terputus adalah salah satu dari tiga urat tanpa
ditentukan, seperti dua al-wadjan dan salah satu dari al-hulqum atau al-mari’,
bisa juga satu al-wadjan, al-hulqum dan al-mari’.
Pendapat inilah yang
lebih kuat, karena dengan terputus salah satu dari tiga di atas, maka darah
akan cepat mengalir dan nyawa akan cepat melayang.
Abu Yusuf, salah
satu sahabat Abu Hanifah berpendapat bahwa
yang terputus harus tiga ; al-hulqum, al-mari’ dan salah satu al-wadju.
Imam Malik dalam riwayat yang masyhur berpendapat bahwa
yang terputus harus tiga ; dua al-wadjan dan al-hulqum.
Ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah berpendapat bahwa yang terputus cukup dua ; al-hulqum dan al-mari’
Ketujuhbelas : Tidak
boleh menyembelih sampai putus lehernya dengan sengaja tanpa ada keperluan.
Mayoritas ulama,
termasuk di dalamnya Ibnu al-Qasim dari Malikiyah, berpendapat bahwa hal
tersebut hukumnya makruh, tetapi dagingnya tetap halal, walaupun pelakunya
melakukannya dengan sengaja.
Makruh, karena
perbuatan tersebut termasuk menyiksa binatang dan perbuatan yang berlebih-lebihan dan melampaui batas. Halal
dagingnya, karena sembelihan tersebut telah memenuhi syarat-syarat
penyembelihan.
Di dalam Tabyin
al-Haqaiq (5/292) disebutkan :
قَالَ الْكَرْخِيُّ فِي مُخْتَصَرِهِ وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ إنْ ضَرَبَ
عُنُقَ جَزُورٍ بِسَيْفٍ فَأَبَانَهَا وَسَمَّى فَإِنْ كَانَ ضَرْبًا مِنْ قِبَلِ
الْحُلْقُومِ فَإِنَّهُ يُؤْكَلُ وَقَدْ أَسَاءَ
“ Berkata al-Karkhi di dalam Mukhtasornya : “ Dan berkata Abu Hanifah : “ Jika seseorang menyabet leher unta dengan
pedang sampai putus, tetapi dia sudah
membaca basmalah, maka jika dia menyabetnya dari arah tenggorakan, maka
dagingnya boleh dimakan, tetapi pelakunya telah berbuat dosa. “
Berkata Ibnu Qudamah di
dalam al-Mughni ( 11/ 44 ) :
وَلَوْ ضَرَبَ عُنُقَهَا بِالسَيْفِ فَأَطَارَ رَأْسَهَا حَلّتْ بِذلِكَ نَصّ
عَليْه أَحْمَدُ
“ Seandainya seseorang menyabet leher binatang
dengan pedang sampai terbang kepalanya, maka halal dagingnya. Hukum ini telah
dinyatakan oleh Imam Ahmad. “
Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
Pertama : Riwayat Bukhari
yang menyebutkan bahwa Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu berkata :
إِذَا قُطِعَ الرَأْسُ فَلَا بِأْسَ
“ Jika kepalanya terputus, maka tidaklah mengapa. (
untuk dimakan ) “
Kedua : Di dalam Mushannaf
Abdurrozaq disebutkan :
عن جعفر عن عوف قال ضرب رجل عنق بعير بالسيف فأبانه فسأل عنه علي بن أبي طالب
فقال ذَكَاة وَحِيّة
“ Dari Ja’far dari Auf, dia berkata : “ Seorang laki-laki menyabet leher unta dengan pedang, sampai terputus,
kemudian hal itu ditanyakan kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau menjawab : “ Itu adalah penyembelihan ( yang sah ) dan hiyyah
( mempercepat kematiannya) "
Ketiga : Berkata Ibnu Hajar di dalam Fathu
al-Bari ( 9/642 ) :
أنَّ جَزَّارَا لِأَنَس ذَبَحَ دَجَاجَةً فاضطَرَبَتْ فذبحهَا مِنْ قَفَاهَا
فأطَارَ رَأسها فأرادُوا طرحَها فأمَرهُمْ أنس بأكلها
“ Bahwa para jagal yang dimiliki Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu suatu ketika dia menyembelih seekor ayam, tetapi ayam tersebut meronta-ronta,
maka dia menyembelih dari tengkuknya sampai terbang kepalanya. Mereka ingin
membuang ayam tersebut, tetapi justru Anas bin Malik menyuruh untuk memakannya.” ( lihat juga Ibnu Hazm dalam al Muhalla :6/129)
Kesimpulan :
Dari keterangan di atas, bisa
disimpulkan bahwa menyembelih binatang sampai terputus kepalanya adalah
perbuatan yang melampaui batas yang dilarang oleh Islam, karena masuk dalam
katagori menyiksa binatang.
Kalau hal itu dilakukan dengan
sengaja, maka sebagian ulama mengharamkan dagingnya. Tetapi menurut pendapat
mayoritas ulama bahwa dagingnya halal untuk dimakan, walaupun hal itu dilakukan
dengan sengaja, karena masuk dalam katagori penyembelihan yang telah memenuhi
syarat-syaratnya. Perbuatan maksiat pelakunya tidak serta merta menyebabkan
daging binatang itu menjadi haram.
Berkata Ibnu Qudamah di dalam
al-Mughni ( 11/ 44 ) :
والصحيح أنها مباحة لأنه اجتمع قطع ما تبقى الحياة معه مع الذبح فأبيح كما
ذكرنا مع قول من ذكرنا قوله من الصحابة من غير مخالف
“ Pendapat yang benar, bahwa hal itu adalah mubah ( dibolehkan ), karena (
memukul kepala binatang dari tengkuk sampai terlepas kepalanya ) terkumpul di
dalamnya memotong sesuatu dari binatang yang masih hidup dan penyembelihan, maka dibolehkan, sebagaimana
telah kita sebutkan juga perkataan beberapa sahabat tanpa ada yang
menentangnya. “
Berkata Ibnu al-Mundzir :
ولا حجة لمن منع أكلها ؛ لأن القياس أنها حلال بعد الذكاة
" Tidak ada hujjah bagi
yang melarang untuk memakannya (binatang yang disembelih sampai putus
kepalanya), karena analoginya bahwa hal itu halal setelah selesai
menyembelihnya. " ( Ibnu al Bathal di dalam Syarh Shahih al-Bukhari : 5/ 426 )
wallohu a'lam
redaksi dr berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar